Laman

11.02.2011

Hanya berani di tepian saja


Kamu perlu tau, bahwa aku cukup bahagia hanya dengan dudukduduk di pesisir pantai, melekatkan diri di pasir yang hangat, sesekali mencelupkan kaki untuk mengetahui suhu airnya. Kalaupun memutuskan berenang, itu hanya di permukaan dan tidak jauh dari bibir pantai. Sehingga, kalau aku menemukan halhal tidak menyenangkan di perairannya di tengah sana, aku bisa segera kembali ke pinggir pantai. Lalu menggelar tikar, berjemur sambil membaca buku sampai ketiduran.
Padahal aku tau, kehidupan bawah laut memiliki keindahan luar biasa. Tapi aku terlalu larut dalam ketakutan akan terumbu karang yang sangat mungkin melukai, pada ombak yang mungkin menggulung lalu menghisap habis tubuhku. Kirakira begitulah kemungkinan buruknya. Sehingga, aku tidak mau menyelam terlalu dalam.
Tapi aku percaya, pada suatu nanti akan ada seseorang yang rela turun dari kapalnya, menuntunku pelanpelan ke tengah laut. Bersamasama menikmati pemandangan, menggenggam tanganku kuatkuat saat aku ketakutan. Mengatakan bahwa semua baikbaik saja, dan memang benar begitu adanya. Entah itu akan kamu anggap sebagai harapan terlalu muluk atau doa baik yang mungkin terjadi ketika kamu mengucapkannya sungguhsungguh.
Seseorang pernah bilang kepadaku, bahwa harapan adalah manifestasi dari kekecewaan. Aku menyetujuinya dalam hati, bahwa memang harapan dan potensi kekecewaan tidak pernah dijual terpisah. Maka, mengelola harapan menjadi hal yang layak disebut bijak.
Seperti sedang berada di meja judi, yaitu ketika kamu memiliki peluang sama besar sementara hanya memiliki kesempatan satu dadu untuk dilempar. Dan aku terlalu pengecut untuk mempergunakan kesempatan itu, malah keluar dari arena pertaruhan, dan kembali menghabiskan malam sendirian. Berjalan pelan menyisir pantai tanpa ada siapapun di sebelah sisi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar